Posts

Showing posts from 2017

Hidup a la Membaca Harry Potter

Image
Pada peringatan ke-20 tahun lahirnya kisah Harry Potter ini, saya pun teringat pada sebuah kisah bertahun-tahun yang lalu...  Lewat jam 12 malam. Mata saya sudah setengah terpejam ketika HP saya memberi sinyal pesan masuk. Saya agak terkejut ketika membaca pengirim pesan adalah sahabat saya yang bukan orang yang betah melek jika tidak karena kegiatan yang benar-benar menarik. Benar saja. Ternyata ia mengirim pesan untuk menceritakan satu berita yang akhir-akhir ini dianggap berita besar bagi kalangan tertentu. Berita tersebut adalah: Gue sudah selesai baca Harry Potter!! Keesokan harinya pesan tersebut berlanjut dengan percakapan panjang di telepon di mana saya menginterogasi sahabat saya dengan berbagai pertanyaan “gak-pingin-tahu-tapi-penasaran-juga”. Ia pun bercerita bagaimana serunya buku terakhir seri Harry Potter ini. Saking tegangnya, terkadang ia harus menutup buku itu terlebih dahulu, menenangkan diri sebelum kemudian meneruskan membaca. Ia selalu mendapat energi e

Menyoal Pertimbangan Moral - 1

Image
“Karena mama bilang begitu…Kalau terlambat lagi nanti dihukum papa, lho… Jangan, nanti masuk neraka…” Seberapa sering kalimat-kalimat di atas menjadi respon saat anak-anak kita bertanya tentang alasan dibalik keputusan tentang ‘ini salah dan itu benar’ ? Bisa jadi, sering. Dalam banyak situasi, jawaban tersebut memang efektif untuk  menghindarkan anak dari perbuatan yang kita kategorikan sebagai perbuatan yang salah. Terlebih lagi, jawaban di atas adalah jawaban yang mudah. Jawaban yang menutup diskusi berkepanjangan serta memaparkan konsekuensi dengan jelas dan tegas. Kamu tidak boleh mencuri karena nanti masuk neraka. Titik ! Singkat, padat, jelas.  Namun, apakah efektivitas itu hanya dipandang dari sudut output perilaku saja ? Bagaimana dengan tanggung jawab orang tua untuk juga melatih proses berpikir anak agar ia dapat berpikir mandiri dan mampu mengambil keputusan terbaik saat berada dalam berbagai situasi yang terkait dengan konflik moral ? Melatihnya untuk berpiki

Menjadi Kanak-Kanak

Image
Mengapa kehidupan anak-anak terlihat mengasyikan? Karena hidup ini sesungguhnya indah dan anak-anak lah yang mampu menghayatinya dengan menikmati setiap momen kehidupan. Keluguan dan keterbatasan justru membuat mereka melihat dunia dan kehidupan ini apa adanya, tanpa terkotori oleh kabut persepsi.  Mereka bermain saja, mereka senang, kesal, marah, sedih, jatuh, tapi kemudian mereka lupa. Kesenangan, kemarahan, kesedihan, kejatuhan menjadi masa lalu dan anak-anak itu kembali menikmati apa yang ditawarkan oleh hidup di saat ini. Ya, merekalah yang sesungguhnya menjalani arti to 'live at its fullest'. Hidup sepenuh-penuhnya.  Entah siapa yang memulai dan kapan semua ini dimulai, rasa-rasanya semakin dewasa, kehidupan menjadi semakin rumit. Sulit bagi kita untuk tertawa hanya karena gembira, bermain karena, ya, ingin saja, melupakan masa lalu dan hidup di hari ini. Seringkali, masa lalu menjadi dedemit yang meneror dengan pertanyaan ‘mengapa hidup saya menjadi

Negara Ababil, Negara Krisis Identitas -2

Image
Perkenankan saya melanjutkan kembali racauan saya, untuk meluruhkan kembali otak yang telanjur pejal akibat kesal.  Pada tulisan sebelumnya saya sudah membagikan sebuah teori perkembangan favorit saya yaitu Teori Perkembangan Psikososial dari Erik Erikson. Anda dapat sejenak mengamat-amati gambar di bawah ini untuk kembali menyegarkan ingatan.  Seperti telah saya tuliskan di akhir tulisan bagian 1, di bagian ke-2 ini saya ingin mengungkapkan pendapat saya tentang kelakuan masyarakat Indonesia yang rodo aneh ini dengan memakai teropong teori Erikson. Saya tidak berpretensi untuk menunjukkan diri sebagai orang yang paham sejarah (boro-boro deh!). Tulisan ini pun tidak diniatkan untuk menjadi tulisah ilmiah  whatsoever . Tulisan ini hanya  usaha saya untuk sedikit saja mengurai benang kusut di kepala  yang terlalu sibuk bertanya ‘mengapa’. Sebelum saya telanjur menyerah dan ikut serta pada wahana kegilaan (sebagian) masyarakat ini.  Mari kita mulai. Jika melihat

Negara Ababil, Negara Krisis Identitas - 1

Image
Negara ini, semakin aneh saja. Saya duga, baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi,  kadang Anda pun mengeluhkan atau bahkan mengumpati keanehan negara ini. Semua unsur ipoleksosbudhankam, penuh paradoks. Tempat judi dan prostitusi dilindungi, rumah ibadah digocoh-gocoh. Yang jujur dimusuhi, penipu disanjung. Gemah ripah loh jinawi, bahan pangan impor melulu.  Di tempat yang tanahnya mengandung emas dan tembaga berlimpah, masyarakatnya miskin mutlak Kategori benar salah menjadi semakin abu-abu. Karena koruptor tidak mendapatkan hukuman yang setimpal atau bahkan kadang bebas karena mampu membeli hukum, maka mencuri kelapa, sandal, ayam menjadi tindakan yang seolah benar. Bahkan mendapat simpati. Belum lagi keanehan-keanehan dalam berbagai aspek gaya hidup dan budaya populer.  Musim di Indonesia ini hanya dua, tapi tema  sale  di pusat perbelanjaan bisa ada  fall, summer, winter, autumn . Ikut-ikutan membuat pesta  haloween  tanpa paham konteks budaya di balik per-halo