Hidup a la Membaca Harry Potter

Pada peringatan ke-20 tahun lahirnya kisah Harry Potter ini, saya pun teringat pada sebuah kisah bertahun-tahun yang lalu... 


Lewat jam 12 malam. Mata saya sudah setengah terpejam ketika HP saya memberi sinyal pesan masuk. Saya agak terkejut ketika membaca pengirim pesan adalah sahabat saya yang bukan orang yang betah melek jika tidak karena kegiatan yang benar-benar menarik. Benar saja. Ternyata ia mengirim pesan untuk menceritakan satu berita yang akhir-akhir ini dianggap berita besar bagi kalangan tertentu. Berita tersebut adalah: Gue sudah selesai baca Harry Potter!!

Keesokan harinya pesan tersebut berlanjut dengan percakapan panjang di telepon di mana saya menginterogasi sahabat saya dengan berbagai pertanyaan “gak-pingin-tahu-tapi-penasaran-juga”. Ia pun bercerita bagaimana serunya buku terakhir seri Harry Potter ini. Saking tegangnya, terkadang ia harus menutup buku itu terlebih dahulu, menenangkan diri sebelum kemudian meneruskan membaca. Ia selalu mendapat energi ekstra untuk terus membaca karena tahu bahwa di akhir cerita Harry Potter lah yang akan menang (seluruh pencinta Harry Potter pasti tahu dia akan menang, masak JK Rowling tega banget bikin Harry kalah..).

Di akhir percakapan, rekan saya berkata, andaikan kehidupan bisa seperti membaca buku Harry Potter. Saat terlalu menegangkan kita bisa menutupnya terlebih dahulu untuk beristirahat. Atau  kita bisa mengintip akhirnya untuk kemudian dengan ringan menjalani fase hidup yang sesulit apa pun. Karena kita sudah tahu bahwa semua akan baik-baik saja.

Percakapan itu membuat saya berpikir semalaman. Bisakah kita menjalani hidup seperti yang digambarkan oleh sahabat saya ? Dan kesimpulan saya adalah,  tentu saja. Sangat bisa ! Kita memang tidak dapat serta merta melewatkan setiap chapter berjudul “Kesulitan” atau “Tantangan.” Toh, apa serunya kisah Harry Potter tanpa ada bagian-bagian itu ?

Namun kita bisa menutup dulu buku kisah kita dan beristirahat saat ia menyajikan episode yang terlalu menegangkan. Kesadaran akan selalu menuntun kita pada ingatan bahwa sesungguhnya hidup membutuhkan keseimbangan dan kedamaian. Ia membutuhkan kita untuk mundur sejenak dan mengistirahatkan pikiran. Mengistirahatkan hati. Mengistirahatkan ego. 

Apakah kita bisa mengintip halaman terakhir dan menjalani hidup ini dengan ringan karena sudah tahu bahwa semua akan baik-baik saja ? Sure, do. Mungkin kedengarannya terlalu takabur. Saya hanya merasa, kalau kita menyerahkan saja  hidup ini pada Sang Pemilik, maka sudah pasti akhir ceritanya akan happy ending. Naïf ? Mungkin saja. Saya memang percaya bahwa justru pada saat kita benar-benar berserah, bukan menyerah, maka kita akan merasakan keajaiban-keajaiban hidup. Semesta akan selalu memiliki cara untuk membuat kita terpesona.

Pertolongan akan datang tepat pada waktunya. Pedang Gryfindor akan muncul pada saat genting untuk membantu orang yang setia. Demikian kata Albus Dumbledore :) 

Kehidupan selalu memberikan guru-guru untuk membantu kita menjadi manusia yang lebih baik selama kita terbuka untuk belajar. Terbuka untuk mengalami bahwa kehidupan menyediakan apa yang dibutuhkan untuk hidup. Berbagai pertanda telah disiapkan bagi kita untuk menyadari bahwa hidup ini ajaib.  Kini tergantung pada kita apakah mau terus mengalir bersama pusaran keajaiban hidup itu atau berada di luarnya. 


Jadi, marilah kita terus menikmati setiap chapter dalam buku hidup kita. Menjadi pembaca sekaligus pemeran utama. Menyadari bahwa setiap susah dan senang pada akhirnya akan berlalu. Dan tersenyum sajalah, karena jika kita mengembalikan hidup ini pada Penulis Agung itu, maka di halaman terakhir sudah tertulis bahwa kita lah yang akan menjadi pemenang. 





Omahkebon, 30 Juni 2017

Comments

Popular posts from this blog

Negara Ababil, Negara Krisis Identitas -2

Berpuasa, Menjinakkan Otak Reptil

Menyoal Pertimbangan Moral - 1