Cerita Cinta Omahkebon
Selama beberapa tahun terakhir ini, saya
membiasakan diri untuk membuat catatan awal atau akhir tahun. Untuk selalu saya
baca-baca lagi setiap mengawali sebuah tahun dan mengingat kembali highlight of the year.
Jika tahun 2012 tema yang sangat membekas
adalah wafatnya kakak saya akibat penyakit kanker, maka 2013 saya nobatkan
sebagai “The year of Omahkebon.”
Apa itu Omahkebon ?
Omahkebon adalah rumah di tengah kebun, di desa Nitiprayan-Yogyakarta.Ya, hanya sebuah rumah, yang juga akan saya fungsikan sebagai sebuah tempat menginap bagi orang-orang yang sedang singgah di Yogya dan mencari tempat menginap yang tidak terlalu ‘mainstream.’ Saya katakan ini tidak mainstream karena letaknya juga bukan di dekat Maliboro atau dekat tempat-tempat wisata di Yogyakarta. Ia berada di tengah sebuah kampung yang sering disebut sebagai kampungnya para seniman. Tidak terlalu jauh dari pusat kota, memang. Jaraknya hanya sekitar 7km dari Malioboro. Namun tetap saja, kampung.
Mungkin bagi orang
lain ‘prestasi membangun rumah’ ini tidak ada apa-apanya dibanding berbagai
pencapaian yang orang-orang lakukan. Namun bagi saya, Omahkebon adalah spesial.
Banyak hal yang membuat ia menjadi spesial.
Omahkebon adalah perwujudan mimpi. Membangun sebuah guesthouse dengan aula kecil yang
nantinya akan menjadi tempat berlangsungnya berbagai program, awalnya kelihatan
sebagai suatu ide yang terlalu besar bagi saya. Saya tidak berani membayangkan
kapital yang dibutuhkan dan usaha yang harus saya lakukan. Namun ide itu terlalu mengganggu. Ia seolah mendesak-desak untuk segera lahir. Dan tak ada pilihan bagi saya selain mewujudkannya.
Senang tak terkatakan
saat setelah 1,5 tahun dibayang-bayangkan dan digendam, Omahkebon meletakkan
batu pertama sebagai tanda kelahirannya di bulan Oktober 2012. Saya
menanti-nanti dengan gembira setiap langkah kemajuannya. Mengunggah berbagai gambar tentangnya. Norak memang, tapi biarlah. Saya bangga!
Ia juga adalah sebuah rumah yang dibangun dengan cinta
(selain dengan uang, tentunya). Tanah
kebun tak terurus di depan sawah yang langsung membuat saya jatuh hati pada
pandangan pertama. Konsep yang ditawarkan oleh arsiteknya, yang menyarankan
untuk tidak memotong pohon-pohon besar yang ada, namun menyesuaikan bangunan
dengan letak pohon, membuat saya melonjak senang.
Perjalanan mencari gebyok dan limasan
yang dengan susah payah diperoleh dari pelosok desa di Sleman. Menjemput jendela dan pintu di tempat
bongkaran di Kulon Progo. Hampir semua
komponen yang ada di Omahkebon memiliki sejarah yang lebih tua dibandingkan
bangunannya. Sudah menyimpan berbagai cerita dari rumah-rumah yang pernah
mereka singgahi.
Saya selalu terharu
setiap mengingat cinta Sang Maha yang Ia tunjukkan lewat orang-orang yang berada di orbit kami. Kerabat dan sahabat
yang mendukung dalam bentuk pinjaman modal super lunak. Atau sahabat-sahabat di
Yogya yang memberi rumah ini jendela, kayu, alamat website. Semua secara cuma-cuma.
Omakebon menjadi
sebuah monumen pengingat betapa bahagianya memiliki orang-orang yang tidak hanya
percaya pada mimpi kita, namun mau turut serta dalam mewujudkannya. Jika rumah ini bisa hadir maka itu bukan karena saya. Terlalu banyak campur
tangan semesta yang membuat saya tidak layak untuk mengklaim bahwa tempat ini
adalah hasil usaha saya, dan hanya saya semata.
Mungkin ia memang
perlu ada, dan saya hanya menjadi salah satu alat bagi kehadirannya di kota Yogya.
Omahkebon adalah rumah tempat saya mengalami proses belajar yang bertubi-tubi. Bahkan melalui kegiatan-kegiatan yang nampaknya sederhana dalam merawat rumah seperti membersihkan pekarangan, merawat tanaman, menyapu dan mengepel seluruh ruangan. Kaki saya belang, di wajah saya timbul bercak-bercak akibat sinar matahari. Tangan yang semula halus kini kasar sekali. Namun saya juga menyelesaikan problem-problem baru, merasakan kegembiraan-kegembiraan baru. Bukankah itu yang dibutuhkan oleh otak untuk tetap awet muda ? Memaparkan diri pada situasi dan problem yang baru.
Perjalanan rumah
ini untuk sampai pada tahap ‘selesai’
masih lah jauh. Bahwa dalam keberadaannya sebagai rumah yang belum jadi ia
sudah menjadi tempat persinggahan rekan dan kerabat, sudah pula menerima
tamu-tamu yang menyewa, menjadi tempat main anak-anak TK, dan juga sebuah
tempat di mana pertunjukan seni diadakan, saya hanya bisa mengucapkan puji
Tuhan.
Seorang rekan
mengatakan: Bertahap itu indah. Tahap berikutnya dalam proses pembangunan rumah
ini akan segera berlangsung lagi. Rancangan setiap kamarnya akan berbeda.
Material yang dipergunakan pun berbeda-beda.
Ia akan menampilkan sisi yang sangat beragam. Seperti saya. Seperti
hidup.
Ya, Omahkebon
adalah berbagai hal selain sebuah rumah semata.
Dan saya pun menanti-nanti perkembangannya. Berproses di dalamnya.
Bersama pagi yang selalu hijau dan senja yang selalu tembaga.
Ning Omahkebon
Tebet, 8 Januari 2014. 01.15 a.m
Untuk : Whanny Darmawan. Terima kasih sudah menjadi partner yang tangguh dan setia.
Comments
Post a Comment