Amateur...Amatorem...Amare...



“Halo semuanya! Kami dah nyampe di rumah jam setengah 3 dini hari dengan segunung oleh-oleh buat keluarga. Kami sepakat oleh-oleh terindah adalah cerita pengalaman kami di Omahkebon. Thank you 4 t hospitality. Thank you 4 everything. GBU all “ 


Tulisan di atas adalah sebuah sms yang dikirimkan oleh tamu kami di Omahkebon. Seorang ibu yang ceria, yang menginap bersama teman-temannya, para guru TK.


Mendapatkan sms seperti itu tentu saja membuat bingah. Gembira rasanya sudah membuat orang merasa senang dengan pengalamannya menginap di Omahkebon. Walau pembangunannya belum tuntas dibangun dan fasilitasnya pun minimalis saja. 


Sebagai orang norak, saya pun langsung menceritakan isi sms tersebut kepada partner saya.  Ditambah dengan cerita-cerita lain seputar tamu Omahkebon yang baik hati. Ada yang meninggalkan buah-buahan, mie instan bergelas-gelas, bahkan ada yang membayar sewa lebih banyak dari yang seharusnya. Tamu-tamu yang unik. 


Mendengarkan cerita saya yang kegirangan, partner saya pun nyengir dan berkata : Mereka senang di sini karena kamu mengelola rumah ini dengan amatir.  Sontak, saya protes mendengar tanggapan itu. Hah, kok karena amatir sih ? Bukannya malah karena saya sudah berusaha bersikap profesional ? Kok malah ‘dikatai’ amatir...  


Ia pun mengajak saya untuk menelisik makna amatir. Asal muasal katanya. 


Kata amatir ternyata berasal dari bahasa perancis amateur (lover of), dari bahasa latin amatorem (lover) yang berakar dari kata amare (to love). 


Amatir memang kerap dipakai untuk menggambarkan orang yang melakukan sesuatu karena hobi saja, bukan karena bayaran. Karena dianggap sekadar melakukan hobi maka kata ini pun sering diasosiasiakan dengan ‘kurang pengalaman’ atau ‘kurang terampil’. 


Ya, amatir pun sering digunakan sebagai lawan kata profesional. Amatir adalah liga kecil, profesional  liga besar. Amatir berkasta rendah, profesional berkasta tinggi. Amatir adalah rookie, profesional adalah berpengalaman. “Aaaah, amatir banget sih!” adalah kalimat yang sering diucapkan dengan nada merendahkan. 


Saya tidak pernah tahu bahwa kata itu mengandung makna ‘cinta’ di dalamnya. 


Saya ikut nyengir dengan lebar. Saya amatir ! Dalam menjalankan usaha yang masih seumur jagung ini, saya memang kurang pengalaman. Kurang terampil. Namun, terlebih dari itu, saya amatir karena melakukannya dengan senang. 


Detik ini, saya baru saja menyelesaikan meeting kedua saya di hari ini. Senin terakhir di bulan Januari yang meyakinkan saya bahwa tahun 2014 akan menjadi tahun yang sangat sibuk. I have a lot on my plate. Ada program-program baru yang harus dirancang. Mimpi-mimpi baru yang akan dikejar. Banyak hal yang masih tidak jelas, namun harus dilakukan.


Saya hobi bekerja.  Saya suka menjadi produktif.  Namun saya menyadari betul bahwa kehadiran berbagai menu di hadapan saya ini akan dengan mudah menjebak saya di dalam gulungan kesibukan tanpa makna. Sekadar pemuas adrenalin saja.  


Saat merehatkan otak saya yang sedang panas ini lah, ingatan tentang makna amatir hadir. 


Nampaknya, semesta sedang mengingatkan saya untuk menjaga semangat amatir dalam apa pun yang saya lakukan. Agar setiap kerja yang saya lakukan masih ada ‘rasa’nya. Untuk memandang dengan kaca mata seorang amatir, melakukan dengan cara kerja seorang profesional. 


Menjadi profesional yang amatir. 

Yang dengan giat mendaraskan mantra : Amateur...amatorem...amare... 



 





Senayan City, 27 Januari 2014. 2.40 pm.

Comments

Popular posts from this blog

Berpuasa, Menjinakkan Otak Reptil

Negara Ababil, Negara Krisis Identitas -2

Menyoal Pertimbangan Moral - 1