Mung Mampir Sinau...
Hidup ini mau ngapain
?
Sejak belasan tahun lalu, saya sudah bertanya-tanya apa
sebenarnya yang menjadi tujuan hidup saya. Ya, belasan tahun lalu, sejak usia
saya masih berkepala 2. Saat mulai memiliki pertanyaan, maka saya pun mulai mencari jawaban. Membaca dan mendengarkan apa kata orang
tentang tujuan hidup. Banyak yang mengatakan, tujuan hidup adalah untuk menjadi
bermakna bagi orang lain. Hmmmm... nampaknya keharusan untuk bermakna itu berat
sekali. Saya tidak seheroik itu. Banyak juga yang mengatakan, hidup adalah
untuk memuliakan nama Tuhan. Serajin apa pun saya ke gereja, kalimat ini
sungguh terlalu abstrak bagi saya (namun tentu saja jika sedang dalam komunitas
gerejawi saya akan mengatakan bahwa hidup adalah untuk memuliakan Tuhan, karena
itulah bahasa yang nampaknya dipahami oleh para umat).
Sampai akhirnya, lewat proses mengamati dunia luar maupun di
dalam diri saya sendiri, saya pun memutuskan tujuan hidup saya. Ingin jadi
direktur ini itu ? Ingin keliling dunia
? Ingin jadi ibu rumah tangga yang budiman ? Ingin jadi orang ‘sukses’? Iya ! Namun semua itu sekadar batu-batu jejakan yang ingin
saya tempuh. Saya tetapkan bahwa tujuan hidup saya
yang lebih mendasar lagi adalah untuk BELAJAR. Dah, itu. Kalau dalam bahasa
Jawa, kira-kira bisa dinyatakan sebagai : Urip iku mung mampir sinau
(hidup ini cuma untuk mampir belajar).
Lalu demikianlah. Saat memutuskan bahwa tujuan hidup saya
adalah untuk belajar, saya pun merasa lebih merdeka. Bebas untuk belajar apa
pun dari mana pun dan siapa pun. Semua kejadian dalam hidup, menjadi jelas
maknanya. Kesempatan belajar. Saya tidak pernah terlalu peduli apakah saya berlimpah
harta atau tidak, menikah atau tidak, menjadi orang ‘penting’ atau tidak. Bahwa
hidup memberi saya kesempatan untuk menduduki posisi ini itu di dunia karir, jalan-jalan ke sana ke sini, menjadi istri dan ibu, maknanya tetap. K e s e m p a t a n b e l a j a r. Belajar menyadari dan mengolah
diri. Belajar tentang hidup dan kehidupan.
Hidup pun menjadi lebih sederhana. Keputusan-keputusan
terpenting dalam hidup saya ambil
berdasarkan pertimbangan utama : apakah ada pembelajaran baru yang tersedia,
yang bisa membuat saya bisa menjadi lebih 'paham' ? Saya pernah dengan santai
melenggang meninggalkan perusahaan yang konon kabarnya merupakan jaminan mutu
bagi masa depan. Seorang rekan bertanya apakah tidak sayang, karena banyak
orang yang bercita-cita masuk ke perusahaan tersebut. Tidak, tidak sayang sama
sekali. Bagi saya pelajaran di sana
sudah tidak terlalu banyak lagi. Gajinya memang lumayan banyak, namun
berdasarkan pengalaman saya, nilai gaji tidak selalu berkorelasi positif dengan
nilai pembelajaran. Saya ingin berlari di jalur lain yang saya pikir akan lebih memperkaya hidup.
Sikap urip iku mung mampir sinau ini juga mendatangkan orang-orang
tak terduga dalam kehidupan saya. Jika diminta untuk menyebutkan nama sahabat,
maka hanya ada 2 orang yang berada pada top of mind saya. Namun, banyak sekali teman yang hadir dan menjadi guru.
Terlepas dari citra, omongan
orang lain, suku-agama-ras-kondisi fisik-tingkat kekayaan-orientasi seksual,
jika semesta ini menyodorkan seseorang untuk masuk dalam orbit saya, saya tahu
pasti ada sesuatu yang harus saya pelajari darinya. Saya sungguh mengamini
kalimat yang mengatakan bahwa saat murid siap, maka guru akan datang.
Selalukah saya menjadi murid yang rajin ? Tentu saja tidak.
Sering males-malesan juga dan tidak mau
belajar. Namun serunya, saya pasti menyadari bahwa ada sesuatu yang masih harus
saya pelajari jika sebuah problem yang sama datang kembali. Dengan kata lain,
saya tahu bahwa saya belum lulus sehingga harus mengulang pelajaran. Oleh karena itu,agar dapat segera lulus dan
mendapatkan materi pembelajaran baru, satu-satunya cara adalah saya harus
menyelesaikan suatu masalah sebaik mungkin dan belajar darinya.
Kemanakah semua proses belajar ini akan membawa saya ?
Saya tidak tahu. Saya sungguh-sungguh tidak tahu. Yang saya tahu, sepanjang ingatan, saya menjalani
hidup dengan bersemangat lengkap dengan segala naik dan turunnya. Selalu
berpikir : kepingin ngapain lagi, mau belajar apa lagi, ingin ketemu siapa
lagi, ingin membuat apa lagi. Salah seorang rekan tertawa melihat saya dan
berkata : kamu ini kakehan karep (kebanyakan keinginan). Tentu ! Masih banyak
peran yang ingin saya lakukan. Masih banyak tempat yang ingin saya lihat. Masih
banyak pengetahuan yang ingin saya serap. Yang saya tahu adalah saya tidak pernah merasa
tua. Jiwa kanak-kanak yang antusias mengeksplorasi dunia di
sekelilingnya masih terpelihara dalam diri saya.
Akhirul kata, bagi saya, kehidupan adalah perpustakaan yang maha dahsyat. Saya selalu menanti-nanti buku apa lagi yang akan terbuka di hadapan saya.
(Ah, mungkin proses belajar belajar ini akan membawa saya
pada reinkarnasi yang saya impikan. Menjadi lumba-lumba. Hewan ramah nan cerdas, yang kerjanya berenang
melulu....)
Omahkebon, 24 Maret 2016
(tulisan yang merupakan sebuah by product proses persiapan materi mengajar)
Baca tulisan ini di tengah persiapan Tibet.. hmm tampaknya gw harus mengulang belajar mendalami orang. Topik yg gw hindari sebenernya.
ReplyDeleteTu kaann..
Lessons will be repeated until it is learned *usap janggut*
ReplyDelete