The Joy Of Cooking *
Memasak. Jika bulan lalu saya
diminta untuk membuat sebuah definisi, maka definisi saya tentang memasak
adalah : Suatu kegiatan yang terakhir kali saya lakukan di tahun 1993, saat
saya sempat menjadi anak kos. Itu pun jika mengolah mie instan yang diberi
daging kalengan serta irisan cabe rawit dapat dimasukkan dalam kategori
memasak.
Ya, memasak bukanlah suatu
keterampilan yang saya kuasai. Namun saya selalu ingin bisa memasak. Tidak
perlu menjadi ahli, namun bisa walaupun sedikit. Bagi saya, memasak adalah
suatu keterampilan hidup (life skill) yang perlu dimiliki oleh seseorang,
seminimal apa pun tingkat penguasaannya.
Awalnya saya merasa tidak
berbakat dalam aspek yang satu ini. Namun kemudian saya membaca bahwa memasak adalah
salah satu kegiatan tertua yang dilakukan dalam sejarah peradaban manusia.
Nenek moyang kita mulai memasak sejak ditemukannya api di Afrika, yaitu
kira-kira 1.400.000 tahun yang lalu. Karena mereka mulai memasak makanannya lah
maka struktur mulut kita pun berubah. Kita tidak lagi diperlengkapi dengan gigi
dan geraham yang mampu merobek dan mengunyah tanaman atau daging yang keras. Sistem
pencernaan kita pun berubah.
Membaca kisah tentang asal-usul
memasak ini, maka saya pun menduga-duga bahwa pengetahuan tentang memasak
sebenarnya sudah terpatri di dalam gen manusia dan tertransfer dari satu
generasi ke generasi. Perlahan-lahan timbul keyakinan dalam diri saya bahwa
saya pasti bisa memasak.
Demikianlah. Selama hampir satu
bulan ini, saya mengalami proses yang dinamakan ‘belajar memasak.’ Pengetahuan saya
tentang bumbu-bumbu dan cara mengolah masakan dapat dikatakan 0, atau mungkin
minus. Bahwa kini saya sudah paham beda jahe dan kunyit, walau harus dengan
mengupas sedikit kulitnya, bagi saya itu tetap merupakan sebuah prestasi.
Sebuah proses pembelajaran. Menariknya, selama proses ini, selain menghasilkan masakan saya pun ternyata mendapatkan berbagai pembelajaran lain, yang ingin saya bagikan di sini.
1. Memasak
adalah sebuah proses penciptaan. Bunga kol, wortel, seledri, kentang. Jika
dimakan sendiri-sendiri dengan begitu saja, rasanya tidaklah terlalu enak
(terlebih bagi saya yang bukan penikmat makanan mentah). Namun masukkan mereka
ke dalam kuah rebusan daging ayam, berikan garam, merica, pala. Jadilah sup
yang mampu menghangatkan dan menghapuskan keletihan dalam sekejap. Saya menikmati proses penciptaan saat memasak
ini, seperti anak kecil yang gembira saat dapat menciptakan bangunan dari
kepingan legonya. Karena memasak adalah proses penciptaan yang baru bagi saya,
maka saya tahu bahwa saya pun sedang membangun jalur-jalur baru di otak saya,
saya juga sedang menciptakan transmisi-transmisi informasi baru di otak saya.
Saya sedang membuat otak saya menjadi lebih muda lagi.
3. Memasak
adalah proses yang mengajarkan saya untuk berada di sini dan saat ini . Here
and now. Suatu konsep yang sering dikemukakan oleh para guru meditasi. Memasak
melatih saya untuk menjejakkan diri saya sendiri pada saat ini. Menyelaraskan
tubuh dan pikiran. Pikiran mengikuti
keberadaan tubuh. Tidak membiarkan pikiran saya melayang-layang pada pekerjaan,
pembangunan rumah, atau persoalan-persoalan bangsa yang seringkali juga terikut
membebani pikiran. Berkonsentrasi agar saat mengiris, terlebih mencacah, jari
saya tidak terluka oleh pisau. Mengingat-ingat urutan sayur mayur yang
dicemplungkan ke dalam panci saat mengolah sayur asem. Poin nomer 2 dan 3 ini
penting bagi saya karena saya adalah orang yang bertipe intuitif. Orang dengan
tipe ini seringkali tidak ‘hadir’ di saat ini. Pikirannya melompat-lompat, jauh
ke depan. Memasak mengajarkan saya untuk fokus pada apa yang ada di hadapan
saya saat itu.
4. Memasak mengajarkan saya untuk bersabar dan percaya
pada proses. Suatu hari, saya membuat fla puding. Fla sederhana saja. Semua
takarannya sudah saya ikuti. Namun saat memroses, saya merasa bahwa fla itu
encer sekali. Saya langsung bertanya kepada suami saya bagaimana caranya jika
ingin mengentalkan kembali fla tersebut. Suami saya meminta saya untuk menunggu dan mengolahnya nanti saja, saat fla tersebut sudah dingin. Ternyata benar
saja, perlahan-lahan fla tersebut mengental dan setelah dimasukkan ke dalam
kulkas, ia semakin kental. Ketakutan saya bahwa saya akan menghasilkan kembali
fla yang gagal, tidak terbukti. Saya hanya perlu bersabar dalam berproses.
5. Memasak
dapat membuat saya menjadi bermakna bagi orang lain. Secara instan. Saya rasa
semua orang yang pernah memasak akan setuju bahwa salah satu kepuasaan yang besar
bagi pemasak adalah jika masakannya dapat dinikmati oleh orang lain. Kemampuan
masak-memasak saya saat ini masih terbatas pada ‘semua bahan disambel goreng
atau ditumis’. Namun dengan kemampuan serendah itu pun, saya sudah dapat membawakan
bekal untuk putri saya serta menyediakan makanan ‘fresh from the kuali’
untuk suami, ibu mertua dan keponakan
yang tinggal bersama kami. Hal ini menimbulkan perasaan positif, terutama
karena saya melakukannya dengan senang. Dan Anda tahu, perasaan positif
terhadap diri sendiri apalagi jika timbul setiap hari adalah baik bagi jiwa
6. Memasak
juga merupakan proses ‘bonding’ yang ampuh. Saya menikmati saat memasak bersama
suami saya maupun mertua saya. Walaupun percakapan yang terjadi adalah seputar
“cicipin dong”, “ambil ini....”, “tolong bersihkan itu...’ namun kebersamaan
itu terasa terbangun.Sebenarnya bukan hanya saat memasak, proses belanja di
warung maupun tukang sayur keliling juga saya rasakan sebagai sebuah ice breaker yang baik untuk interaksi
sosial dengan para perempuan di lingkungan saya yang masih termasuk kampung.’Mau
nyayur apa ni..’ merupakan pertanyaan yang lebih cepat menimbulkan keakraban
dibanding dengan ‘bagaimana kabar Ibu-Ibu di pagi hari ini ?’
Ya, selama 3 minggu ini, apa yang
saya dapatkan dari belajar memasak ternyata lebih dari masakan saja. Dengan apa
yang saya sendiri alami maka saya pun tak heran jika memasak juga dijadikan sebagai salah satu metode terapi
untuk kesehatan mental (salah satu artikel tentangnya dapat Anda baca di http://www.wsj.com/articles/a-road-to-mental-health-through-the-kitchen-1418059204 ) . Memasak ternyata memang dapat menjadi aktivitas yang baik untuk kesehatan
jiwa.
Ada kutipan yang menyatakan bahwa
‘kitchen is the heart of the house.’ Dapur adalah jantung dari sebuah rumah. Dan di jantung itu lah saya, di usia 40 lebih ini, masih meng-google cara merebus telur agar tidak retak, sibuk mengendus-endus berbagai umbi untuk membedakan jahe dan lengkuas, masih selalu kematangan saat mengolah sayur, dan menemukan ‘the joy of cooking.’
Happy cooking everyone !
Omahkebon, 22 Oktober, 2015
*The Joy of Cooking merupakan judul sebuah buku memasak
klasik karya Irma S. Rombauer yang ditulis pada tahun 1931. Saya mendengar
judul buku ini pertama kali di film Julia and Julia (2009) yang dibintangi oleh
Meryl Streep dan Amy Adams.
Comments
Post a Comment