Inspirasi Jati


Dua hari yang lalu saya menerima beberapa tamu di Omahkebon. Saat sedang minum teh, salah seorang dari tamu saya mengamati-amati tiang-tiang limasan dan bertanya, “Ini kayu-kayunya kayu apa ?” Saya jawab, “Jati..” Percakapan berlanjut. “Jati muda, ya ?” “O, kategorinya sudah jati tua. Warnanya menjadi lebih terang karena di-vernis,” terang saya. 

Lalu tamu tersebut pun memperhatikan bahwa di Omahkebon, juga terdapat pohon jati. Ya, di sini memang tumbuh 3 pohon jati. Salah satu kamar di Omahkebon yang berhadapan dengannya pun dinamai Kamar Jati. Tamu saya kemudian menepuk-nepuk salah satu pohon yang lingkar batangnya sebesar sekitar 60cm dan berkata, “30 tahun lagi, pohon ini akan seharga sebuah mobil....”    

Pagi ini, saya duduk ruang tamu, dan mata saya pun terarah pada kayu-kayu limasan serta pohon jati di depan. Sebelum membangun rumah, saya tidak pernah  paham urusan kayu. Sampai sekarang pun masih tidak terlalu, sebenarnya. Namun sejak dulu saya memang sudah tahu bahwa jati adalah kayu yang istimewa.  Dan  baru sekarang inilah saya memahami bahwa jati memang sungguh kayu kualitas wahid. Ia kuat, tahan terhadap segala perubahan cuaca. Bahkan terhadap api.  

Ia kayu yang dibuat sebagai badan kapal. Kayu yang dipakai untuk menjadi bantalan rel kereta. Kayu yang membuat rayap mati akal. 

Kayu yang tegar. Kayu yang tabah.  

Saya juga mempelajari bahwa tidak semua kayu jati itu kuat. Beberapa bulan yang lalu saya terkaget-kaget karena tiba-tiba pintu kamar mandi saya susah ditutup. Ini membingungkan, karena sebelumnya saya baru saja memanggil seorang tukang kayu untuk memastikan bahwa pintu-pintu dapat dibuka dan ditutup dengan mudah. Ternyata, kesulitan itu terjadi karena kusen pintu terbuat dari jati yang masih muda. Dan jati muda, masih berubah-ubah. Ia akan memuai saat terjadi perubahan-perubahan cuaca. Saat terik sekali atau hujan berkepanjangan.  

Jati muda adalah jati yang masih labil.  

Saat akan membuat jati muda menjadi lebih kuat, maka para pengusaha kayu akan memasukkannya ke dalam oven. Dipanaskan berminggu-minggu. Dikeringkan seluruh kadar airnya untuk menjadikannya lebih kokoh. 

Saya pun ingat, beberapa waktu lalu ada seorang tamu yang kebetulan penggemar kayu, mengamat-amati kayu limasan Omahkebon. Saat melihat bagian kayu yang kelihatan seperti patah dan ‘korengan’, ia malah berdecak kagum. “Saya suka ini, berkarakter !,” ujarnya. Saya tertawa mengingat bahwa justru bagian itu pernah saya anggap sebagai kayu rusak. Si Bapak mengatakan bahwa kayu yang terlalu mulus tidak lah indah. Tidak banyak ceritanya. 

Betapa saya suka kalimat itu.... 

Jati muda adalah jati yang lebih mulus. Jati tua adalah jati yang berkerut-kerut. Setiap kerutnya menunjukkan tahun dalam kehidupannya. Lingkaran-lingkaran yang ada pada belahan kayunya menunjukkan akumulasi pengalamannya. 

Kalau ada yang mengatakan bahwa tua adalah pasti namun dewasa adalah pilihan, tidak demikian dengan pohon jati. Semakin tua ia pasti semakin dewasa. Tidak lagi memerlukan pembakaran oven karena tahun-tahun kehidupannya sudah menjadi pembakaran alami baginya. Tidak perlu lagi menjadi mulus, karena setiap gurat, setiap retak, setiap patahan justru menjadi bagian dari keindahan karakternya. 

Semakin tua ia pasti menjadi semakin tegar.  Semakin kokoh. 

Jati memang kayu emas. Dan ia sangat inspiratif... 



Omahkebon, 28 Mei 2014. 12.50

Ps : Untukmu dan untukku yang berulang-tahun di bulan ini. Selamat menua dan menjati !

Comments

Popular posts from this blog

Negara Ababil, Negara Krisis Identitas -2

Berpuasa, Menjinakkan Otak Reptil

Menyoal Pertimbangan Moral - 1